Halaman

Selasa, 29 Juni 2021

Pengenalan Jenis-Jenis Burung di Kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes

 

Pengenalan Jenis-Jenis Burung di Kawasan Cagar Alam

Telaga Ranjeng Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes

 

Oleh :

Dhifa Maranantha, S. Hut.

NIP. 19840501 201101 1 008

Penyuluh Kehutanan Ahli Muda

 

 

Abstrak

Burung memiliki potensi yang menarik untuk diamati dengan berbagai jenisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengenal burung di kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes. Teknik yang digunakan deskriptif dengan desain penelitian memakai desain point count pada 12 titik pengamatan. Hasil penelitian memastikan terdapat 10 jenis burung yang berhasil diamati pada seluruh titik pengamatan. Terdapat beberapa jenis burung yang termasuk dalam kategori terancam punah dan rentan. Hasil analisis setiap titik dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis burung banyak ditemukan dikawasan hutan dengan vegetasi pohon-pohon tinggi hal ini dikarenakan mereka lebih aman untuk berkembang biak dan bertahan hidup daripada didekat pemukiman. Perlu adanya tindak lanjut dari pemerintah setempat untuk upaya konservasi yang lebih serius dimasa yang akan datang agar dapat mencegah penurunan kelompok yang signifikan.

Kata kunci: Pengenalan, burung, cagar alam.

 

 

PENDAHULUAN

Burung ialah spesies yang menarik untuk dikaji dengan berbagai karakteristik. Burung merupakan satwa yang memiliki mobilitas tinggi dan memiliki kemampuan penyebaran yang luas pada area terbuka, banyak hidup dikawasan hutan, pedesaan, perkotaan bahkan dikawasan pada penduduk (Saefullah, et al. 2015). Burung sangat berperan dalam ekosistem, perubahan struktur dan komposisi vegetasi akan berpengaruh pada keberagaman spesies burung.

Penyebaran jenis-jenis burung sangat dipengaruhi oleh habitat tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap lingkungan, kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan pakan dan seleksi alam seperti ditemukan didaerah hutan, laut, perkotaan, dan perdesaan. Beberapa kawasan hutan lebih banyak dijumpai berbagai jenis burung diantaranya di hutan dataran tinggi seperti hutan gunung (Partasasmita, et al. 2009). Dalam ekosistem, burung merupakan binatang yang memiliki peran yang menguntungkan seperti sebagai penyebar biji dan penyerbuk alami bagi tumbuhan yang sangat membantu petani dalam budidaya tanaman pangan. Ketersediaan lahan vertikal dan tutupan hutan tropis merupakan habitat bagi sebagian besar spesies burung.

Kegiatan konservasi burung selama ini masih cenderung dilakukan di daerah yang dilindungi, hutan primer, hutan yang belum terganggu, atau ditekankan pada jenis yang terancam punah, sejauh ini sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada jenis-jenis yang umum dijumpai atau pun jenis yang mendiami hutan sekunder. Perubahan terhadap spesies burung, morfologi, fisiologi, dan komposisi komunitas burung sehingga kelestarian dan fungsi hutan perlu diperhatikan karena keberadaan burung di suatu daerah menjadi penanda perubahan lingkungan (Nurmaeti, et al. 2018). Hutan merupakan ekosistem terestrial yang luas dan yang banyak ditumbuhi oleh pohon- pohon berbuah yang menyediakan makanan bagi burung yang tumbuh secara alami maupun hasil penanaman manusia, ketersediaan makanan yang berlimpah dapat dijadikan kawasan konservasi (Nugroho, et al. 2015).

Penelitian ini bertujuan untuk mengenal keberagaman kelas burung yang terdapat di kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng dalam upaya mendata jenis burung yang tersebar diwilayah tersebut untuk tujuan membuat database burung di Jawa Tengah dan sebagai upaya konservasi dimasa yang datang.


ALAT DAN BAHAN

Dalam persiapan untuk melakukan penelitian hendaknya disiapkan alat dan bahan seperti :

1.      Binocular : Teropong sangat baik digunakan untuk pengamatan burung yang banyak bergerak, sesuai digunakan untuk daerah hutan dengan vegetasi rapat, mudah dibawa dan digunakan.

2.      Buku panduan lapangan : membantu Pengenalan burung bagi pengamat burung pemula. Buku umum yang digunakan ialah Seri Panduan Lapangan Burung- Burung Di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan karangan McKinnon tahun 2010

3.      Kamera : mendokumentasikan burung yang dijumpai di lapangan. Kamera yang digunakan dalam pengamatan burung umumnya ialah kamera dengan kualitas sangat tinggi. Kamera yang digunakan ialah jenis Mirrorless merk Sony Rx100 VII.

4.      Tally Sheet : Untuk pencatatan data awal dilapangan

5.      GPS : Menentukan koordinat titik lokasi dan jalur tracking pengamatan

6.      Aplikasi Google Lens pada Smartphone

Sebagai bahan penelitian adalah Cagar Alam Telaga Ranjeng, wilayah yang termasuk dalam pangkuan BKSDA Jateng. Wilayah ini terletak di Desa Paguyangan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah, sedangkan secara geografis kawasan CA Telaga Ranjeng terletak pada koordinat 7° 16′ 32.93″ S, 109° 6′ 10.09″ E. Kawasan CA Telogo Ranjeng pertama kali ditunjuk sebagai kawasan cagar alam berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 25 tanggal 11 Januari 1925, seluas  48,5 Ha. Status tersebut telah diperkuat dengan SK Penunjukan Menteri Kehutanan No. SK . 313/ Menhut - II/ 2013 tanggal 1 Mei 2013 dengan luas berubah menjadi 53,41 Ha (BKSDA Jateng, 2021). Keadaan topografi kawasan CA Telaga Ranjeng pada umumnya landai hingga berbukit kecil dengan topografi mendatar hingga kemiringan 15 %. Wilayah hutan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pekalongan Barat mengelilingi batas luar dari wilayah Cagar Alam.

 


Gambar 1. Peta Penetapan Kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng

 

TEKNIK/EKSPERIMEN

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik deskriptif dengan cara observasi langsung ke lokasi penelitian. Teknik deskriptif merupakan suatu teknik yang mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada dengan melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian (Bibby, et al., 2000). Teknik ini digunakan untuk mendeskripsikan spesies burung hasil pengamatan pada setiap titik. Desain penelitian memakai Point count (Gambar 2). Point count memungkinkan seorang pengamat berdiri diam di satu lokasi tertentu (sebuah titik sensus) merekam semua burung terlihat dan terdengar selama periode hitungan tetap. Kesempatan untuk bertemu dengan burung jadi lebih meningkat.

 


Gambar 2. Desain Point Count pengamatan burung di kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng

 

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga hari dari tanggal 24, 26, dan 28 Juni 2021 di Kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng. Pengamatan dilakukan mulai pukul 07.00-10.00. Pengamatan dilakukan dengan memutari kawasan searah jarum jam. Terdapat 12 titik pengamatan, setiap titik pengamatan berjarak ± 400 meter, durasi waktu pada setiap titik pengamatan selama 5 menit. Pengamatan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dalam 3 hari. Kelompok penelitian meliputi semua burung yang terdapat di kawasan Cagar Alam. Sampel penelitian diambil yakni jenis burung yang tercuplik selama pengamatan. Pada penelitian ini tidak dideskripsikan jumlah dari masing-masing jenis burung, penelitian ini hanya untuk mengenal jenis-jenis burung yang terdapat di di kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pada setiap titik pengamatan dilakukan pengenalan dengan cara mencatat pada setiap burung yang tercuplik pada tally sheet (titik amat, jenis, jumlah). Pada setiap titik ada waktu 5 menit untuk meneropong sekitar, dan bila ada burung yang terlihat akan difoto. Kondisi lingkungan berpengaruh pada banyaknya jenis burung yang teramati. Penelitian tidak menghitung jumlah spesies yang tercuplik pada setiap titik, namun dalam penelitian ini kami hanya menghitung jenis spesies yang tercuplik. Dari foto-foto burung yang terkumpul diolah dengan Aplikasi Google Lens sebagai identifikasi awal. Hasil identifikasi tersebut diperkuat lagi dengan mencocokan buku panduan. Dari hasil pengamatan ditemukan 10 (sepuluh) spesies burung yang termasuk endemik yakni : Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Bambangan Merah (Ixobrychus cinnamomeus), Bentet Kelabu (Lanius schach), Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides), Bondol Peking (Lonchura punctulata), Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris), Cekakak Sungai (Todirhamphus chloris), Elang Ular-Bido (Spilornis cheela), dan Gereja Erasia (Passer montanus)

 

 

Berikut karakteristik dari masing-masing burung yang ditemukan :

1.     


CUCAK KUTILANG Pycnonotus aurigaster

Deskripsi: Berukuran sedang (20 cm), bertopi hitam dengan tunggir keputih-putihan dan tungging jingga kuning. Dagu dan kepala atas hitam. Kerah, tunggir, dada, dan perut putih. Sayap hitam, ekor coklat. Iris merah, paruh dan kaki hitam.

Suara: Merdu dan nada nyaring "cuk-cuk", dan "cang-kur" yang diulangi cepat.

Kebiasaan: Hidup dalam kelompok yang aktif dan ribut, sering berbaur dengan jenis cucak lain. Lebih menyukai pepohonan terbuka atau habitat bersemak, di pinggir hutan, tumbuhan sekunder, taman, dan pekarangan, atau bahkan kota besar

 

2.     


BAMBANGAN  MERAH Ixobrychus cinnamomeus

Deskripsi: Berukuran kecil (41 cm), berwarna jingga kayu manis. Jantan dewasa: tubuh bagian atas coklat berangan, tubuh bagian bawah jingga kuning tua dengan garis tengah berupa coretan hitam, ada coretan hitam pada sisi tubuh dan coretan keputih-putihan pada sisi leher. Betina: lebih suram dan coklat, topi hitam, tubuh bagian bawah bercoret-coret, tubuh bagian atas bergaris-garis dan berbintik. Iris kuning, sera jingga, paruh kuning, kaki hijau.

Suara: "Uak" jika terganggu, pada waktu bercumbu, bunyi rendah "kokokokokoko" dan "geg-geg".

Kebiasaan: Bersifat pemalu, hidup menyendiri. Pada siang hari, memburu mangsa pada rumpun padi atau rumput.
Lebih aktif pada malam hari. Bila terganggu, melompat ke atas dan terbang rendah dengan kepakan perlahan, tetapi
kuat. Bersarang pada rumpun gelagah atau rumput yang tinggi

 

3.     


BENTET KELABU Lanius schach

Deskripsi: Berukuran agak besar (25 cm), berwarna hitam, coklat, dan putih, berekor panjang. Dewasa: dahi, topeng dan ekor hitam, sayap hitam dengan bintik putih, mahkota dan tengkuk kelabu atau kelabu- hitam; punggung, tunggir, dan sisi tubuh coklat kemerahan; dagu, tenggorokan, dada, dan perut tengah putih. Luas warna hitam pada kepala dan punggung bervariasi, bergantung kepada ras, individu, dan umur. Remaja: lebih suram dengan garis pada sisi tubuh dan punggung, kepala dan tengkuk lebih kelabu. Iris coklat, paruh dan kaki hitam.

Suara: Ciutan parau: "terrr, terrr", "to-wít" yang nyaring, serak. Juga kicauan merdu yang sering ditiru jenis
lain.

Kebiasaan: Mengunjungi daerah terbuka, padang rumput, perkebunan teh, perkebunan cengkeh, dan daerah
terbuka lain. Duduk pada tenggeran rendah, mendadak menyambar serangga yang terbang, tetapi lebih sering
menyambar belalang dan kumbang di atas tanah

 

4.     


BONDOL JAWA Lonchura leucogastroides

Deskripsi: Bondol agak kecil (11 cm), berwarna hitam, coklat, dan putih, bertubuh bulat. Tubuh bagian atas coklat tanpa coretan, muka dan dada atas hitam; sisi perut dan sisi tubuh putih, ekor bawah coklat tua. Perbedaannya dengan Bondol perut-putih: tanpa coretan pucat pada punggung dan sapuan kekuningan pada
ekor, pinggiran bersih antara dada hitam dan perut putih, sisi tubuh putih (bukan coklat).
Iris coklat, paruh atas gelap, paruh bawah biru, kaki keabuan.

Suara: Cicitan lembut: “cii-i-i”, "prrit" yang khas, serta suara dalam kelompok: “pi-i” yang melengking.

Kebiasaan: Mengunjungi semua jenis lahan pertanian dan lahan berumput alami. Membentuk kelompok selama musim panen padi, tetapi biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil. Mencari makan di atas tanah
atau memetik biji dari bulir rumput. Menghabiskan banyak waktunya dengan bersuara kerikan gaduh dan
menyelisik di pohon-pohon besar.


5.      BONDOL PEKING Lonchura punctulata

Deskripsi: Bondol agak kecil (11 cm), berwarna coklat. Tubuh bagian atas coklat, bercoretan, dengan tangkai bulu putih, tenggorokan coklat kemerahan. Tubuh bagian bawah putih, bersisik coklat pada dada dan sisi tubuh.

Remaja: tubuh bagian bawah kuning tua tanpa sisik. Iris coklat, paruh kelabu kebiruan, kaki hitam kelabu.

Suara: Cicitan nada ganda: “ki-dii, ki-dii” atau suara tanda bahaya: “tret-tret”.

Kebiasaan: Sering mengunjungi padang rumput terbuka di lahan pertanian, sawah, kebun, dan semak sekunder. Hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil, segera bergabung dengan kelompok bondol lainnya. Memperlihatkan goyangan ekor khas bondol, bertingkah laku tidak karuan dan lincah


6.      CEKAKAK JAWA Halcyon cyanoventris

Deskripsi: Berukuran sedang (25 cm), berwarna sangat gelap. Dewasa: kepala coklat tua, tenggorokan dan kerah coklat. Perut dan punggungnya biru ungu, penutup sayap hitam, bulu terbang biru terang. Bercak putih pada sayap terlihat sewaktu terbang. Remaja: tenggorokan keputih-putihan. Iris coklat tua, paruh dan kaki merah.

Suara: Jernih berdering: “cii-rii-rii-rii” atau “crii- crii-crii”, dan suara lain yang mirip Cekakak belukar.

Kebiasaan: Bertengger pada cabang rendah pohon yang terisolasi atau pada tiang di lahan rumput terbuka. Memburu serangga dan mangsa lain. Jarang sekali berburu di atas air. Lebih pendiam dibandingkan Cekakak sungai, tetapi suaranya sering terdengar

 

7.     


CEKAKAK SUNGAI Todirhamphus chloris

Deskripsi: Berukuran sedang (24 cm), berwarna biru dan putih. Mahkota, sayap, punggung, dan ekor biru kehijauan berkilau terang, ada setrip hitam melewati mata. Kekang putih, kerah dan tubuh bagian bawah putih bersih (membedakannya dengan Cekakak suci yang putih kotor). Iris coklat, paruh atas abu tua, paruh bawah berwarna lebih pucat, kaki abu-abu.

Suara: Teriakan parau “ciuw ciuw ciuw ciuw ciuw” atau nada ganda “ges-ngek, ges-ngek, ges-ngek”. Pada masa biak, terdapat berbagai variasi suara.

Kebiasaan: Sering ditemukan di daerah terbuka, terutama di daerah pantai. Bertengger pada batu atau pohon.
Berburu di sepanjang pantai atau di daerah terbuka dekat perairan, termasuk kebun, kota, dan perkebunan. Sangat ribut, suaranya yang keras
dapat didengar sepanjang hari

 


8.      ELANG-ULAR BIDO Spilornis cheela

Deskripsi: Berukuran sedang (50 cm), berwarna gelap. Sayap sangat lebar membulat, ekor pendek. Dewasa: tubuh bagian atas coklat abu-abu gelap, tubuh bagian bawah coklat. Perut, sisi tubuh, dan lambungnya berbintik-bintik putih, terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-garis hitam pada ekor. Jambulnya pendek dan lebar, berwarna hitam dan putih. Ciri khasnya ialah kulit kuning tanpa bulu di antara mata dan paruh. Pada waktu terbang, terlihat garis putih lebar pada ekor dan garis putih pada pinggir belakang sayap. Ras Kalimantan berwarna lebih pucat dan coklat.

Suara: Sangat ribut, melayang-layang di atas hutan, mengeluarkan suara nyaring dan lengking "kiu-liu", "kwiiikkwi", atau "ke-liik-liik" yang khas, dengan tekanan pada dua nada terakhir, dan "kokokoko" yang lembut.
Kebiasaan: Sering terlihat terbang melingkar di atas hutan dan perkebunan, antar pasangan sering saling
memanggil. Pada saat bercumbu, pasangan memperlihatkan gerakan aerobatik yang menakjubkan walaupun
biasanya tidak terlalu gesit. Sering bertengger pada dahan yang besar di hutan yang teduh sambil mengamati
permukaan tanah di bawahnya

 

9.     


BURUNG-GEREJA ERASIA Passer montanus

Deskripsi: Berukuran sedang (14 cm), berwarna coklat. Mahkota berwarna coklat berangan, dagu, tenggorokan, bercak pipi dan setrip mata hitam, tubuh bagian bawah kuning tua keabuan, tubuh bagian atas berbintik-bintik coklat dengan tanda hitam dan putih. Burung muda: berwarna lebih pucat dengan tanda khas yang kurang jelas. Iris coklat, paruh kelabu, kaki coklat.

Suara: Cicitan ramai dan nada-nada ocehan cepat.

Kebiasaan: Berasosiasi dekat dengan manusia. Hidup berkelompok di sekitar rumah, gudang, dll. Mencari makan di tanah, dan lahan pertanian, mematuki biji-biji kecil atau beras. Dalam kelompok pekarangan, menyerbu sawah pada musim panen


10.   KAREO PADI Amaurornis phoenicurus

Deskripsi: Berukuran besar (30 cm), berwarna abu dan putih mencolok. Mahkota dan tubuh bagian atas abu-abu; muka, dahi, dada, dan bagian atas perut putih; bagian bawah perut dan ekor bagian bawah merah karat. Iris merah, paruh kehijauan dengan pangkal merah, kaki kuning.

Suara: Monoton "uwok-uwok". Ribut, beberapa ekor berdendang bersama, berupa dengkuran, kuikan, dan ketukan “turr-kruwak, per-per-a-wak-wak-wak", dengan suara lain sampai lima belas menit pada siang dan malam hari.

Kebiasaan: Umumnya hidup sendirian, kadang-kadang berdua atau bertiga. Mengendap-endap dalam semak yang
lembab. Tinggal di pinggir danau, tepi sungai, hutan mangrove, dan sawah bila tempat itu cukup rapat untuk
bersembunyi. Keluar ke tempat terbuka untuk

 

Pembahasan

Kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada habitat jenis burung. Keberagaman jenis burung sering kali dikaitkan dengan kondisi lingkungan, semakin tinggi keberagaman jenis burung maka semakin seimbang suatu ekosistem di wilayah tempat hidup burung (Endah & Partasasmita, 2015). Dalam status sebagai Cagar Alam, setidaknya Telaga Ranjeng mampu menyediakan tempat hidup yang layak bagi beragam jenis burung. Mungkin saja ada lebih dari 10 jenis spesies namun belum terdeteksi dikarenakan terbatasnya waktu penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat satu jenis yang termasuk dalam status dilindungi yakni burung Elang Ular-Bido (Spilornis cheela) menurut P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada peraturan sebelumnya burung Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) masuk kedalam kriteria, tetapi pada peraturan terbaru tidak masuk. Jenis burung digolongkan ke dalam kategori dilindungi berdasarkan beberapa faktor diantaranya: populasi sedikit, keterbatasan habitat alami sehingga tidak dapat berkembang biak, terjadi penurunan populasi yang signifikan akibat perburuan. Perburuan dan perdagangan, hilangnya habitat dan perubahan iklim dapat mengancam migrasi burung sehingga menjadi kendala untuk konservasi.

Pengelompokkan burung secara tidak langsung mempengaruhi keseimbangan ekologi dan konservasi, sehingga diperlukan pelestarian. Jika diperlukan, tindak lanjut dari pemerintah desa Pandansari sebagai pemilik wilayah dan BKSDA Jateng sebagai pemangku Cagar Alam dapat membuat peraturan yang tegas untuk menyelamatkan beberapa spesies burung yang termasuk dalam kategori dilindungi atau terancam punah.

Berdasarkan hasil pengamatan setiap titik jelas bahwa jenis burung lebih banyak ditemukan di kawasan hutan daripada didaerah dekat jalan utama. Pada titik berkumpulnya tersebut didominasi oleh tumbuhan dengan pohon-pohon yang tinggi. Burung lebih menyukai hidup dan berkembang biak pada hutan yang memiliki pohon-pohon yang tinggi, karena mereka merasa aman terlepas dari gangguan terutama manusia.

 

PENUTUP

Analisis data setiap titik dapat disimpulkan bahwa sebagian besar burung banyak ditemukan dikawasan hutan dengan vegetasi pohon-pohon tinggi. Semakin tinggi keberagaman jenis burung maka semakin seimbang suatu ekosistem di wilayah tempat hidup burung. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan data atau informasi untuk upaya konservasi dimasa yang akan datang. Kelestarian dan fungsi hutan perlu diperhatikan karena keberadaan burung di suatu daerah menjadi penanda perubahan lingkungan. Sudah saatnya kita sadar bahwa perburuan burung untuk keperluan komersil dapat mengancam ekosistem. Mungkin saja pada beberapa tahun yang akan datang beberapa jenis burung akan sulit kita temukan karena ekosistem yang menurun drastis bahkan punah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Ayat, A. (2011). Panduan Lapangan Burung-Burung Agroforest di Sumatra (In: Mardiastuti A, eds.

Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office).

BKSDA Jateng. (2021).Tentang Cagar Alam Telaga Ranjeng. https://ksdajateng.id/home/kawasan_blog?id=euUrT0cSGwk=

Bibby, C., Martin J., & Stuart M. (2000). Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung. BirdLife International-Indonesia Programme, Bogor.

Endah, G. P., & Partasasmita, R. (2015). Keanekaan jenis burung di Taman Kota Bandung, Jawa Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv           Indon, 1,           1289-1294. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010605

Kartikasari, D., Pudyatmoko, S., Wawandono, N. B., & Utami, P. (2018). Komposisi Guild Komunitas Burung di Area Panas Bumi Cagar Alam dan Taman Wisata Alamkamojang Jawa Barat Indonesia. Jurnal Hutan Tropis, 6(2), 124-136. https://doi.org/10.20527/jht.v6i2.5400

MacKinnon, J., Karen, P. & Balen, B. (2010). Seri Panduan Lapangan Burung- Burung Di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Puslitbang Biologi- LIPI, Bogor

Nugroho, A. S., Anis, T., & Ulfah, M. (2015, June). Analisis Keberagaman Jenis Tumbuhan Berbuah di Hutan Lindung Surokonto, Kendal, Jawa Tengah dan Potensinya Sebagai Kawasan

Nurmaeti, C., Abidin, Z., & Prianto, A. (2018). Keberagaman Burung pada Zona Penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai. Quagga: Jurnal Pendidikan dan Biologi, 10(2), 54-59.

Partasasmita, R., Mardiastuti, A., Solihin D. D., Widjajakusuma, R., Prijono, S. N. & Ueda, K. (2009).

Komunitas Burung Pemakan Buah di Habitat Suksesi. Jurnal Biosfera, 26 (2): 90-99.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Saefullah, A., Mustari, A. H., & Mardiastuti, A. (2015). Keberagaman Jenis burung pada Berbagai Tipe Habitat Beserta Gangguannya di Hutan Penelitian Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Media Konservasi. 20(2): 117-124.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  SELAMAT TINGGAL 2023,   Engkau Telah bersama Kami dengan dengan segala suka dan duka, semua akan tertoreh dalam tinta emas kehidupan,  dan...