Pengenalan
Jenis-Jenis Burung di Kawasan Cagar Alam
Telaga
Ranjeng Kecamatan
Paguyangan Kabupaten Brebes
Oleh :
Dhifa Maranantha, S. Hut.
NIP. 19840501 201101 1 008
Penyuluh Kehutanan Ahli Muda
Abstrak
Burung memiliki potensi yang
menarik untuk diamati dengan berbagai jenisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengenal
burung di kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng Kecamatan Paguyangan Kabupaten
Brebes. Teknik yang digunakan deskriptif dengan desain penelitian memakai
desain point count pada 12 titik pengamatan. Hasil penelitian memastikan terdapat 10 jenis
burung yang berhasil diamati pada seluruh titik pengamatan.
Terdapat beberapa jenis burung yang termasuk dalam kategori terancam
punah dan rentan.
Hasil analisis setiap
titik dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis burung banyak ditemukan
dikawasan hutan dengan
vegetasi pohon-pohon tinggi hal ini dikarenakan
mereka lebih aman untuk berkembang biak dan bertahan hidup daripada didekat
pemukiman. Perlu adanya tindak lanjut dari pemerintah setempat untuk upaya
konservasi yang lebih serius dimasa yang akan datang agar dapat mencegah
penurunan kelompok yang signifikan.
Kata kunci: Pengenalan,
burung, cagar alam.
PENDAHULUAN
Burung ialah spesies yang
menarik untuk dikaji dengan berbagai karakteristik. Burung merupakan satwa yang memiliki mobilitas tinggi dan
memiliki kemampuan penyebaran yang luas pada area terbuka, banyak hidup
dikawasan hutan, pedesaan, perkotaan bahkan dikawasan pada penduduk (Saefullah,
et al. 2015). Burung sangat berperan
dalam ekosistem, perubahan struktur dan komposisi vegetasi akan berpengaruh
pada keberagaman spesies burung.
Penyebaran jenis-jenis burung
sangat dipengaruhi oleh habitat tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung
terhadap lingkungan, kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan pakan dan seleksi
alam seperti ditemukan didaerah hutan, laut, perkotaan, dan perdesaan.
Beberapa kawasan hutan lebih banyak dijumpai berbagai jenis burung diantaranya
di hutan dataran tinggi seperti hutan gunung (Partasasmita, et al. 2009). Dalam ekosistem, burung merupakan
binatang yang memiliki peran yang menguntungkan seperti
sebagai penyebar biji dan penyerbuk alami bagi tumbuhan yang sangat membantu petani
dalam budidaya tanaman pangan. Ketersediaan lahan vertikal dan tutupan hutan tropis merupakan
habitat bagi sebagian
besar spesies burung.
Kegiatan konservasi burung
selama ini masih cenderung dilakukan di daerah yang dilindungi, hutan primer,
hutan yang belum terganggu, atau ditekankan pada jenis yang terancam punah,
sejauh ini sangat sedikit
perhatian yang diberikan kepada jenis-jenis yang umum dijumpai
atau pun jenis yang
mendiami hutan sekunder. Perubahan terhadap spesies burung, morfologi,
fisiologi, dan komposisi komunitas burung sehingga kelestarian
dan fungsi hutan perlu diperhatikan karena
keberadaan burung di suatu daerah menjadi penanda
perubahan lingkungan (Nurmaeti, et al.
2018). Hutan merupakan
ekosistem terestrial yang luas dan yang banyak ditumbuhi oleh pohon- pohon
berbuah yang menyediakan makanan bagi burung yang tumbuh secara alami maupun
hasil penanaman manusia, ketersediaan makanan yang berlimpah dapat dijadikan
kawasan konservasi (Nugroho, et al.
2015).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengenal keberagaman kelas burung yang terdapat di kawasan Cagar Alam Telaga
Ranjeng dalam upaya mendata jenis burung
yang tersebar diwilayah
tersebut untuk tujuan
membuat database burung
di Jawa Tengah dan
sebagai upaya konservasi dimasa yang datang.
ALAT DAN BAHAN
Dalam
persiapan untuk melakukan penelitian hendaknya disiapkan alat dan bahan seperti
:
1.
Binocular : Teropong sangat baik digunakan untuk pengamatan burung yang banyak
bergerak, sesuai digunakan untuk daerah hutan dengan vegetasi rapat, mudah
dibawa dan digunakan.
2.
Buku panduan lapangan : membantu Pengenalan
burung bagi pengamat burung pemula. Buku umum yang
digunakan ialah Seri Panduan Lapangan Burung- Burung Di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Kalimantan karangan McKinnon tahun 2010
3.
Kamera :
mendokumentasikan burung yang dijumpai di lapangan. Kamera yang digunakan dalam
pengamatan burung umumnya ialah kamera dengan kualitas sangat tinggi. Kamera yang digunakan ialah jenis Mirrorless merk Sony
Rx100 VII.
4.
Tally
Sheet : Untuk pencatatan data awal dilapangan
5.
GPS
: Menentukan koordinat titik lokasi dan jalur tracking pengamatan
6.
Aplikasi
Google Lens pada Smartphone
Sebagai bahan penelitian adalah
Cagar Alam Telaga Ranjeng, wilayah yang termasuk dalam pangkuan BKSDA Jateng. Wilayah
ini terletak
di Desa Paguyangan, Kecamatan Brebes, Kabupaten
Brebes, Propinsi Jawa Tengah,
sedangkan secara geografis kawasan CA Telaga
Ranjeng terletak pada koordinat 7° 16′ 32.93″ S, 109° 6′ 10.09″ E. Kawasan CA
Telogo Ranjeng pertama kali ditunjuk sebagai kawasan cagar alam berdasarkan
Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 25 tanggal 11 Januari 1925, seluas 48,5 Ha. Status tersebut telah diperkuat
dengan SK Penunjukan Menteri Kehutanan No. SK . 313/ Menhut - II/ 2013 tanggal
1 Mei 2013 dengan luas berubah menjadi 53,41 Ha (BKSDA Jateng, 2021). Keadaan
topografi kawasan CA Telaga Ranjeng pada umumnya landai hingga berbukit kecil
dengan topografi mendatar
hingga kemiringan 15 %. Wilayah
hutan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pekalongan Barat mengelilingi
batas luar dari wilayah Cagar Alam.
Gambar 1. Peta
Penetapan Kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng
TEKNIK/EKSPERIMEN
Teknik yang digunakan dalam
penelitian ini ialah teknik deskriptif dengan cara observasi langsung ke lokasi
penelitian. Teknik deskriptif merupakan suatu teknik yang mendeskripsikan atau
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada dengan melakukan observasi langsung ke
lokasi penelitian (Bibby, et al., 2000). Teknik ini digunakan untuk
mendeskripsikan spesies burung hasil pengamatan pada setiap titik. Desain
penelitian memakai Point count (Gambar 2). Point count memungkinkan seorang
pengamat berdiri diam di satu lokasi tertentu
(sebuah titik sensus) merekam semua burung
terlihat dan terdengar
selama periode hitungan
tetap. Kesempatan
untuk bertemu dengan burung jadi lebih meningkat.
Gambar 2. Desain
Point Count pengamatan burung di
kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng
Penelitian ini dilaksanakan
selama tiga hari dari tanggal 24, 26, dan 28 Juni 2021 di
Kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng. Pengamatan dilakukan mulai pukul 07.00-10.00. Pengamatan
dilakukan dengan memutari kawasan searah jarum jam. Terdapat
12 titik pengamatan, setiap titik
pengamatan berjarak ± 400
meter, durasi waktu pada setiap titik pengamatan selama 5 menit.
Pengamatan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dalam 3
hari. Kelompok penelitian meliputi semua burung yang terdapat di
kawasan Cagar Alam. Sampel penelitian diambil yakni jenis burung yang tercuplik
selama pengamatan. Pada penelitian ini tidak dideskripsikan
jumlah dari masing-masing jenis burung, penelitian ini hanya untuk
mengenal jenis-jenis burung yang terdapat di di kawasan Cagar Alam Telaga
Ranjeng.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pada
setiap titik pengamatan dilakukan pengenalan
dengan cara mencatat pada setiap burung yang tercuplik pada
tally sheet (titik amat, jenis, jumlah). Pada
setiap titik ada waktu 5 menit untuk meneropong sekitar, dan bila ada burung
yang terlihat akan difoto. Kondisi lingkungan berpengaruh
pada banyaknya jenis burung yang
teramati. Penelitian tidak
menghitung jumlah spesies yang tercuplik pada setiap titik, namun dalam
penelitian ini kami hanya menghitung jenis spesies yang tercuplik. Dari
foto-foto burung yang terkumpul diolah dengan Aplikasi Google Lens sebagai
identifikasi awal. Hasil identifikasi tersebut diperkuat lagi dengan mencocokan
buku panduan. Dari hasil pengamatan ditemukan 10 (sepuluh)
spesies burung yang termasuk endemik yakni : Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Bambangan Merah (Ixobrychus
cinnamomeus), Bentet
Kelabu (Lanius
schach), Bondol Jawa (Lonchura
leucogastroides), Bondol Peking (Lonchura punctulata), Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris), Cekakak
Sungai (Todirhamphus
chloris), Elang Ular-Bido (Spilornis cheela), dan Gereja Erasia (Passer montanus)
Berikut
karakteristik dari masing-masing burung yang ditemukan :
1.
CUCAK KUTILANG Pycnonotus aurigaster
Deskripsi: Berukuran sedang (20 cm), bertopi hitam dengan tunggir keputih-putihan dan
tungging jingga kuning. Dagu dan kepala atas hitam. Kerah, tunggir, dada, dan perut putih. Sayap
hitam, ekor coklat. Iris merah, paruh dan kaki hitam.
Suara: Merdu dan nada nyaring "cuk-cuk", dan "cang-kur" yang
diulangi cepat.
Kebiasaan: Hidup dalam kelompok yang aktif dan ribut, sering berbaur dengan jenis
cucak lain. Lebih menyukai pepohonan terbuka atau habitat bersemak, di pinggir hutan, tumbuhan
sekunder, taman, dan pekarangan, atau bahkan kota besar
2.
BAMBANGAN MERAH Ixobrychus cinnamomeus
Deskripsi:
Berukuran kecil (41 cm), berwarna jingga kayu manis. Jantan
dewasa: tubuh bagian atas coklat berangan,
tubuh bagian bawah jingga kuning tua dengan garis tengah berupa coretan hitam,
ada coretan hitam pada sisi
tubuh dan coretan keputih-putihan pada sisi leher. Betina: lebih suram dan
coklat, topi hitam, tubuh bagian bawah
bercoret-coret, tubuh bagian atas bergaris-garis dan berbintik. Iris
kuning, sera jingga, paruh kuning, kaki hijau.
Suara: "Uak"
jika terganggu, pada waktu bercumbu, bunyi rendah "kokokokokoko" dan
"geg-geg".
Kebiasaan:
Bersifat pemalu, hidup menyendiri. Pada siang hari, memburu
mangsa pada rumpun padi atau rumput.
Lebih aktif pada malam hari. Bila terganggu, melompat ke atas dan terbang
rendah dengan kepakan perlahan, tetapi
kuat. Bersarang pada rumpun gelagah atau rumput yang tinggi
3.
BENTET KELABU Lanius schach
Deskripsi:
Berukuran agak besar (25 cm), berwarna hitam, coklat, dan
putih, berekor panjang. Dewasa: dahi, topeng
dan ekor hitam, sayap hitam dengan bintik putih, mahkota dan tengkuk kelabu
atau kelabu- hitam; punggung,
tunggir, dan sisi tubuh coklat kemerahan; dagu, tenggorokan, dada, dan perut
tengah putih. Luas warna
hitam pada kepala dan punggung bervariasi, bergantung kepada ras, individu, dan
umur. Remaja: lebih suram
dengan garis pada sisi tubuh dan punggung, kepala dan tengkuk lebih kelabu. Iris
coklat, paruh dan kaki hitam.
Suara: Ciutan
parau: "terrr, terrr", "to-wÃt" yang nyaring, serak. Juga
kicauan merdu yang sering ditiru jenis
lain.
Kebiasaan: Mengunjungi daerah terbuka,
padang rumput, perkebunan teh, perkebunan cengkeh, dan daerah
terbuka lain. Duduk pada tenggeran rendah, mendadak menyambar serangga yang
terbang, tetapi lebih sering
menyambar belalang dan kumbang di atas tanah
4.
BONDOL JAWA Lonchura leucogastroides
Deskripsi: Bondol
agak kecil (11 cm), berwarna hitam, coklat, dan putih, bertubuh bulat. Tubuh
bagian atas coklat tanpa coretan, muka dan dada atas hitam; sisi
perut dan sisi tubuh putih, ekor bawah coklat tua. Perbedaannya
dengan Bondol perut-putih: tanpa coretan pucat pada punggung dan sapuan
kekuningan pada
ekor, pinggiran bersih antara dada hitam dan perut putih, sisi tubuh putih
(bukan coklat). Iris coklat, paruh atas gelap, paruh bawah biru, kaki
keabuan.
Suara: Cicitan
lembut: “cii-i-i”, "prrit" yang khas, serta suara dalam kelompok:
“pi-i” yang melengking.
Kebiasaan: Mengunjungi
semua jenis lahan pertanian dan lahan berumput alami. Membentuk
kelompok selama musim panen padi, tetapi biasanya hidup berpasangan atau
dalam kelompok kecil. Mencari makan di atas tanah
atau memetik biji dari bulir rumput. Menghabiskan banyak waktunya dengan
bersuara kerikan gaduh dan
menyelisik di pohon-pohon besar.
5. BONDOL PEKING Lonchura punctulata
Deskripsi: Bondol agak kecil (11 cm), berwarna coklat. Tubuh bagian
atas coklat, bercoretan, dengan tangkai bulu putih, tenggorokan coklat
kemerahan. Tubuh bagian bawah putih, bersisik coklat pada dada dan sisi tubuh.
Remaja: tubuh bagian bawah kuning tua tanpa sisik. Iris coklat, paruh kelabu kebiruan,
kaki hitam kelabu.
Suara: Cicitan nada ganda: “ki-dii, ki-dii” atau suara tanda bahaya: “tret-tret”.
Kebiasaan: Sering mengunjungi padang rumput terbuka di lahan
pertanian, sawah, kebun, dan semak sekunder. Hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil, segera
bergabung dengan kelompok bondol lainnya. Memperlihatkan goyangan ekor khas bondol, bertingkah laku
tidak karuan dan lincah
6. CEKAKAK JAWA Halcyon cyanoventris
Deskripsi: Berukuran sedang (25 cm), berwarna sangat gelap. Dewasa:
kepala coklat tua, tenggorokan dan kerah coklat. Perut dan punggungnya biru ungu, penutup
sayap hitam, bulu terbang biru terang. Bercak putih pada sayap terlihat sewaktu terbang.
Remaja: tenggorokan keputih-putihan. Iris coklat tua, paruh dan kaki merah.
Suara: Jernih berdering: “cii-rii-rii-rii” atau “crii- crii-crii”, dan suara lain
yang mirip Cekakak belukar.
Kebiasaan: Bertengger pada cabang rendah pohon yang terisolasi atau
pada tiang di lahan rumput terbuka. Memburu serangga dan mangsa lain. Jarang sekali berburu di
atas air. Lebih pendiam dibandingkan Cekakak sungai, tetapi suaranya sering terdengar
7.
CEKAKAK SUNGAI Todirhamphus chloris
Deskripsi: Berukuran
sedang (24 cm), berwarna biru dan putih. Mahkota, sayap, punggung, dan ekor
biru kehijauan berkilau terang, ada setrip hitam melewati
mata. Kekang putih, kerah dan tubuh bagian bawah putih bersih
(membedakannya dengan Cekakak suci yang putih kotor). Iris
coklat, paruh atas abu tua, paruh bawah berwarna lebih pucat, kaki abu-abu.
Suara: Teriakan
parau “ciuw ciuw ciuw ciuw ciuw” atau nada ganda “ges-ngek, ges-ngek,
ges-ngek”. Pada masa biak, terdapat berbagai variasi suara.
Kebiasaan: Sering
ditemukan di daerah terbuka, terutama di daerah pantai. Bertengger pada batu
atau pohon.
Berburu di sepanjang pantai atau di daerah terbuka dekat perairan, termasuk
kebun, kota, dan perkebunan. Sangat ribut, suaranya yang keras dapat
didengar sepanjang hari
8. ELANG-ULAR BIDO Spilornis cheela
Deskripsi: Berukuran
sedang (50 cm), berwarna gelap. Sayap sangat lebar membulat, ekor pendek.
Dewasa: tubuh bagian atas coklat abu-abu gelap, tubuh bagian bawah
coklat. Perut, sisi tubuh, dan lambungnya berbintik-bintik putih,
terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-garis hitam pada ekor. Jambulnya
pendek dan lebar, berwarna hitam dan putih. Ciri khasnya ialah kulit kuning tanpa
bulu di antara mata dan paruh. Pada waktu terbang, terlihat garis
putih lebar pada ekor dan garis putih pada pinggir belakang sayap. Ras
Kalimantan berwarna lebih pucat dan coklat.
Suara: Sangat
ribut, melayang-layang di atas hutan, mengeluarkan suara nyaring dan lengking
"kiu-liu", "kwiiikkwi", atau "ke-liik-liik" yang
khas, dengan tekanan pada dua nada terakhir, dan "kokokoko" yang
lembut.
Kebiasaan: Sering terlihat terbang melingkar di atas hutan dan
perkebunan, antar pasangan sering saling
memanggil. Pada saat bercumbu, pasangan memperlihatkan gerakan aerobatik yang
menakjubkan walaupun
biasanya tidak terlalu gesit. Sering bertengger pada dahan yang besar di hutan
yang teduh sambil mengamati
permukaan tanah di bawahnya
9.
BURUNG-GEREJA ERASIA Passer montanus
Deskripsi: Berukuran sedang (14 cm), berwarna coklat. Mahkota berwarna
coklat berangan, dagu, tenggorokan, bercak pipi dan setrip mata hitam, tubuh bagian bawah
kuning tua keabuan, tubuh bagian atas berbintik-bintik coklat dengan tanda hitam dan putih.
Burung muda: berwarna lebih pucat dengan tanda khas yang kurang jelas. Iris coklat, paruh kelabu, kaki
coklat.
Suara: Cicitan ramai dan nada-nada ocehan cepat.
Kebiasaan: Berasosiasi dekat dengan manusia. Hidup berkelompok di
sekitar rumah, gudang, dll. Mencari makan di tanah, dan lahan pertanian, mematuki biji-biji
kecil atau beras. Dalam kelompok pekarangan, menyerbu sawah pada musim panen
10. KAREO PADI Amaurornis phoenicurus
Deskripsi: Berukuran besar (30 cm), berwarna abu dan putih mencolok.
Mahkota dan tubuh bagian atas abu-abu; muka, dahi, dada, dan bagian atas perut putih; bagian bawah
perut dan ekor bagian bawah merah karat. Iris merah, paruh kehijauan dengan pangkal merah, kaki
kuning.
Suara: Monoton "uwok-uwok". Ribut, beberapa ekor berdendang bersama, berupa
dengkuran, kuikan, dan ketukan “turr-kruwak, per-per-a-wak-wak-wak", dengan suara lain sampai
lima belas menit pada siang dan malam hari.
Kebiasaan: Umumnya hidup sendirian, kadang-kadang berdua atau bertiga.
Mengendap-endap dalam semak yang
lembab. Tinggal di pinggir danau, tepi sungai, hutan mangrove, dan sawah bila
tempat itu cukup rapat untuk
bersembunyi. Keluar ke tempat terbuka untuk
Pembahasan
Kondisi lingkungan sangat
berpengaruh pada habitat jenis burung. Keberagaman jenis burung sering kali
dikaitkan dengan kondisi lingkungan, semakin tinggi keberagaman jenis burung
maka semakin seimbang suatu ekosistem di wilayah tempat hidup burung (Endah
& Partasasmita, 2015). Dalam status sebagai Cagar Alam,
setidaknya Telaga Ranjeng mampu menyediakan tempat hidup yang layak bagi
beragam jenis burung. Mungkin saja ada lebih dari 10 jenis spesies namun belum
terdeteksi dikarenakan terbatasnya waktu penelitian. Berdasarkan
hasil pengamatan terdapat satu jenis yang termasuk dalam status dilindungi
yakni
burung Elang Ular-Bido (Spilornis cheela) menurut P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada peraturan sebelumnya burung Cekakak
Jawa (Halcyon cyanoventris) masuk kedalam kriteria, tetapi pada
peraturan terbaru tidak masuk. Jenis burung digolongkan ke
dalam kategori dilindungi berdasarkan beberapa
faktor diantaranya: populasi sedikit, keterbatasan habitat alami sehingga
tidak dapat berkembang biak, terjadi penurunan populasi yang signifikan akibat
perburuan. Perburuan dan perdagangan, hilangnya habitat dan
perubahan iklim dapat mengancam migrasi burung sehingga menjadi kendala untuk
konservasi.
Pengelompokkan burung
secara tidak langsung mempengaruhi keseimbangan ekologi dan konservasi,
sehingga diperlukan pelestarian. Jika diperlukan, tindak
lanjut dari pemerintah desa Pandansari
sebagai pemilik wilayah dan BKSDA Jateng sebagai pemangku Cagar Alam dapat membuat
peraturan yang tegas untuk menyelamatkan beberapa spesies burung yang termasuk
dalam kategori dilindungi atau
terancam punah.
Berdasarkan hasil pengamatan
setiap titik jelas bahwa jenis burung lebih banyak ditemukan di kawasan
hutan daripada didaerah dekat
jalan utama. Pada titik berkumpulnya tersebut didominasi oleh tumbuhan
dengan pohon-pohon yang
tinggi. Burung lebih menyukai hidup dan berkembang biak pada hutan yang
memiliki pohon-pohon yang tinggi, karena mereka merasa aman terlepas dari
gangguan terutama manusia.
PENUTUP
Analisis data setiap titik dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar burung banyak ditemukan dikawasan hutan dengan
vegetasi pohon-pohon tinggi. Semakin
tinggi keberagaman jenis burung maka semakin seimbang suatu ekosistem di
wilayah tempat hidup burung. Hasil
dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan data atau informasi untuk
upaya konservasi dimasa yang akan datang. Kelestarian
dan fungsi hutan perlu diperhatikan karena
keberadaan burung di suatu daerah menjadi penanda
perubahan lingkungan. Sudah saatnya
kita sadar bahwa perburuan burung untuk keperluan komersil dapat mengancam ekosistem.
Mungkin saja pada beberapa tahun yang akan datang beberapa jenis burung akan
sulit kita temukan karena ekosistem yang
menurun drastis bahkan punah.
DAFTAR PUSTAKA
Ayat, A. (2011). Panduan
Lapangan Burung-Burung Agroforest di Sumatra (In: Mardiastuti A, eds.
Bogor, Indonesia. World
Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office).
BKSDA Jateng. (2021).Tentang Cagar Alam Telaga Ranjeng. https://ksdajateng.id/home/kawasan_blog?id=euUrT0cSGwk=
Bibby,
C., Martin J., & Stuart M. (2000). Teknik-teknik
Ekspedisi Lapangan Survei Burung. BirdLife International-Indonesia
Programme, Bogor.
Endah, G. P., & Partasasmita,
R. (2015). Keanekaan jenis burung di Taman Kota Bandung, Jawa Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, 1, 1289-1294. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010605
Kartikasari,
D., Pudyatmoko, S., Wawandono, N. B., & Utami, P. (2018). Komposisi Guild
Komunitas Burung di Area Panas Bumi Cagar Alam dan Taman Wisata Alamkamojang
Jawa Barat Indonesia. Jurnal Hutan Tropis,
6(2), 124-136. https://doi.org/10.20527/jht.v6i2.5400
MacKinnon,
J., Karen, P. & Balen, B. (2010). Seri Panduan Lapangan Burung- Burung Di
Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Puslitbang Biologi- LIPI, Bogor
Nugroho, A. S., Anis, T., & Ulfah, M. (2015, June).
Analisis Keberagaman Jenis Tumbuhan Berbuah di Hutan Lindung Surokonto,
Kendal, Jawa Tengah dan Potensinya
Sebagai Kawasan
Nurmaeti, C., Abidin,
Z., & Prianto,
A. (2018). Keberagaman Burung pada Zona Penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai. Quagga: Jurnal Pendidikan dan Biologi, 10(2),
54-59.
Partasasmita, R., Mardiastuti,
A., Solihin D. D., Widjajakusuma, R., Prijono, S. N. & Ueda, K. (2009).
Komunitas
Burung Pemakan Buah di Habitat Suksesi. Jurnal
Biosfera, 26 (2): 90-99.
Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018
tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Saefullah,
A., Mustari, A. H., & Mardiastuti, A. (2015). Keberagaman Jenis burung pada
Berbagai Tipe Habitat Beserta Gangguannya di Hutan Penelitian Darmaga, Bogor,
Jawa Barat. Media Konservasi. 20(2): 117-124.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar