Perhutanan
sosial merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menghijaukan kembali kawasan
hutan dan mensejahterakan petani di sekitar kawasan hutan. KTH pemegang ijin
pengelolaan perhutanan sosial berkewajiban untuk menjaga pelestarian fungsi
hutan dan dari kerusakan lingkungan tanpa mengabaikan aspek ekonominya.
Sesuai yang tertera dalam SK IPHPS
maka pemegang salah satu kewajibannya adalah melakukan penanaman dan
pemeliharaan hutan di areal kerjanya. Namun pada pelaksanaannya maka banyak
petani penggarap yang mengabaikan kewajibannya. Mereka lebih mengedepankan
aspek ekonominya dengan menanam jagung, yang notabene harus di lahan terbuka,
sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman kehutanan.
Pada pelaksanaannnya maka aspek
konservasi agak diabaikan, hanya sebagian yang mempunyai kesadaran untuk
menambah tutupan lahan dengan tanaman MPTS ataupun tanaman kehutanan. Hal ini
menjadi PR besar bagi para pengurus KTH pemegang IPHPS untuk menyadarkan petani
agar bersedia melakukan penanaman tanaman kayu-kayuan di lahannya.
Salah satu upaya yang dilakukan
adalah dengan mengajak menanam tanaman MPTS seperti kopi, alpokat, mangga dll. Pihak
desa, KTH dan PKSM setempat melakukan upaya-upaya untuk mencari bantuan
pengadaan bibit tanaman MPTS sehingga tetap bisa menopang pendapatan petani
dengan baik tanpa menebang pohonnya.
Penanaman tanaman MPTS di areal
lahan PS di desa Gongseng adalah dengan penanaman tanaman pokok kayu putih dan
juga tanaman MPTS berupa mangga, alpokat, kedondong, kelengkeng, pete dll yang
didapatkan dari bibit KBD (kebun bibit desa) ataupun secara swadaya. Sedangkan di
areal PS desa Kejene dan Kreyo maka upayanya adalah penanaman tanaman alpokat
dan kopi. Bibit alpokat diperoleh dari investor dan bibit kopi dari swadaya
petani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar